Kamis, 30 Juni 2016

Malu Aku Jadi Muslim

Malu aku jadi muslim,
Jika lagu-lagu populer ciptaan manusia begitu sering didengar dan banyak kita hafal,
Tetapi lantunan Al-quran ciptaan Allah begitu jarang didengar dan sedikit yang dihafal.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih mengenal Justin Bieber, Ronaldo atau Afgan, tetapi tidak mengenal Thariq bin Ziyad, Sholahudin Al-Ayyubi, atau Muhammad Al-Fatih.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih mengetahui cerita Harry Potter, Twilight atau Spiderman, tetapi tidak mengetahui cerita 25 Nabi dan Rasul, Khulafaurrasyidin atau Sahabat nabi.

Malu aku jadi muslim,
Jika diperintah dosen langsung kita kerjakan, tetapi diperintah Allah lewat adzan kita menundanya.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih menguasai bacaan lirik lagu barat, tetapi tidak menguasai bacaan Ayat Al-Quran.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih suka menonton sinetron, tetapi tidak suka menonton ceramah keislaman.

Malu aku jadi muslim,
Jika ada konser musik begitu antusias datang, tetapi ketika ada kajian masih berpikir dua kali untuk datang.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih banyak ngobrol ngomongin orang, tetapi sangat jarang ngobrol ngomongin kemajuan islam.

Malu aku jadi muslim,
Jika lebih semangat bangun malam untuk nonton sepakbola, tetapi malas bangun ketika akan solat tahadjud.

Malu aku sebagai muslim,
Jika lebih mudah berucap anj*ng, f*ck, atau kampr*t, tetapi sangat sulit berucap subhanallah, masyaallah atau astaghfirullah.

Malu aku sebagai muslim,
Jika lebih pede berpakaian ketat karena lebih gaul, tetapi gak pede berpakaian yang longgar sesuai syariat.

Itukah aku sebagai seorang muslim?
Sungguh jika memang demikian,
Maka...
Tidakkah aku malu jadi muslim?

Rasionalisme dan Wawasan Rasionalisme

Nur Saidah, seorang ibu di Balikpapan sekujur tubuhnya dipenuhi dg kawat. Selama beberapa bulan, kawat itu terus tumbuh ditubuhnya. Namun anehnya, beliau masih hidup sampai saat ini. Orang kemudian menyebut Nur Saidah dengan sebutan manusia "Kawat". Ketika diperiksakan ke dokter dan ditanya kenapa ada kawat ditubuhnya? Dokter tak mampu menjawab. Kenapa pula beliau masih bisa hidup dengan kawat yg terus tumbuh ditubuhnya? Tak seorang dokter pun bisa menjawab. Ilmu kedokteran modern tak bisa menjawabnya. Akal manusia tak mampu menemukan jawabannya. Sungguh ini keajaiban ataupun hal gaib yg tidak bisa dinalar. Hanya Allah yang maha mengetahui.

Di Amerika, seorang dokter bernama Raymond Moody, ahli filsafat kedokteran dan seorang guru besar. Ketika mengajar kuliah beliau ditanya mahasiswanya. Wahai pak dosen, orang mati itu nyawanya pergi kemana? Beliau kebingungan menjawabnya padahal beliau sering menangani orang mati. Sebagai dosen, beliau harus menjawab secara ilmiah. Namun, belum ada penelitian satupun mengenai itu. Akhirnya sang dosen menjawab akan melakukan penelitian dahulu. Dokter Moody kemudian membuat surat dan mengirimkan surat itu ke rumah sakit seluruh Amerika. Surat itu menanyakan apakah di rumah sakit Bpk/ibu ada kejadian orang mati kemudian hidup kembali. Ternyata ada 100 orang yg mengalami kejadian tersebut. Sang dokter kemudian mendatangi satu per satu dari 100 orang tersebut ke rumahnya. Dimintai wawancara tentang peristiwa yang dialami ketika mati.

Berdasarkan penyelidikan hasil wawancara. Ketika mati, mereka keluar dari tubuhnya, kemudian pergi ke lorong yang gelap, kemudian menuju alam yang terang. Di alam terang itu mereka di perlihatkan sekejap, segala amal perbuatan yang pernah dilakukan didunia. Dari perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Baik ketika solat, membantu orang maupun ketika pacaran, berbohong, dan korupsi. Semua telah dicatat dan diperlihatkan rekamannya di alam terang tersebut. Kemudian dari alam terang itu melanjutkan perjalanan ke suatu yg gelap dan disana ada tabir yang menghalanginya. Ketika itu ada suara yang mengatakan, kamu belum saatnya kesini. Mereka yg mati itu kemudian tersadar hidup kembali. Dari 100 orang yang diwawancarai, 86% jawaban mereka sama. 14 % lainnya sedikit bervariasi tetapi substansinya sama. Ada 100 % yang jawabannya sama yaitu ketika berada di alam terang yang dilihatkan rekaman hidupnya didunia. Hasil penelitian itu kemudian dibukukan dan menjadi buku fenomenal yang telah diterjemahkan berbagai bahasa di dunia. Ini merupakan penelitian ilmiah dari hal yg tidak ilmiah/gaib.

Kisah Nur saidah menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi tidak selamanya bisa dinalar dan dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian. Inilah yg dinamakan dengan keajaiban atau sesuatu yang gaib namun nyata adanya.  Sedangkan dokter Raymond Moody membuktikan kebenaran akan perginya roh setelah mati. Sekaligus membuktikan, bahwa segala yang diperbuat manusia didunia akan dicatat malaikat dan diperlihatkan rekamannya. Dimana mulut tak bisa berbicara, tangan dan kaki yang menjadi saksi. Ini merupakan sesuatu yang gaib (roh/nyawa) dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Inilah yang dinamakan dengan kebenaran yang rasional/masuk akal yang dulu hanya menjadi sesuatu yang gaib.

Kedua kisah diatas, menunjukkan kepada kita, bahwa kebenaran dalam islam itu tidak hanya berasal dari sesuatu yang rasional. Tetapi yang gaib itu juga harus diyakini kebenarannya. Islam menolak paham rasionalisme, yang menyatakan segala sesuatu yang benar jika masuk akal. Tetapi islam menerima wawasan rasionalisme, yang menyatakan segala yg masuk akal maupun yang tidak masuk akal/gaib itu benar. Oleh karena itu jangan terjebak pada rasionalisme. Islam sangat menjunjung tinggi rasionalitas sebagai cara memahami kebenaran secara ilmiah dan masuk akal namun tetap harus menyakini yang gaib juga merupakan suatu kebenaran.

(Disarikan dari ceramah Prof. Moh. Mahfud, MD. di Masjid Raden Patah, Universitas Brawijaya)

Puasa dan Maraton

Ibadah puasa ibarat lomba maraton. Di etape ke-1 orang-orang dengan semangatnya berlari, etape ke-2 banyak yang masih bertahan dan sedikit yang gugur kelelahan. Memasuki etape terakhir menuju kemenangan dan final, banyak yang gugur. Hanya sedikit orang yang bertahan dengan kekuatannya karena keyakinannya bisa mencapai garis finish.

Begitu juga dengan puasa, di awal ramadhan banyak yang rajin tarawih ke masjid dengan semangat, sampai membludak. Pertengahan berangsur sedikit berkurang karena mungkin kelelahan tarawih setiap hari. Puncaknya di 10 hari terakhir romadhon yang terdapat malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Malah, shof semakin maju dan rapat, orang-orang berguguran, karna tidak yakin dg imannya, lebih memilih mundur untuk dapat kesenangan sesaat. Dan yang bertahan hanya orang-orang yang kuat keimanannya karena yakin mengharap berkah dan ampunan di bulan ramadhan.

Lantas sejauh mana 'maraton' kita di bulan ramadhan? Hanya sampai di awal, pertengahan atau akhir? Semoga istiqomah sampai akhir agar tercapainya kemuliaan di bulan romadhon dan mendapatkan lailatul Qodar.

Gunanya Akal Bagi Intelektual

Seorang intelektual adalah orang-orang yg berilmu. Mereka bisa kita sebut sebagai orang yang telah menempuh pendidikan tinggi. Ada yg bergelar Sarjana, magister, doktor dan tertinggi Profesor. Mereka ini adalah golongan orang-orang yang berilmu yang menguasai ilmu di bidangnya masing-masing.

Mereka adalah orang-orang pintar yg tidak diragukan lagi keahliannya. Tetapi mengapa banyak sekali kasus-kasus terjadi justru menjerat mereka orang-orang pintar. Misalnya korupsi, main wanita, dan sebagainya. Padahal mereka mestinya tahu mana yg baik dan buruk.

Orang-orang berilmu yang demikian tidak menggunakan akalnya untuk berpikir tentang siapa yang memberikan ilmu itu. Akal mereka hanya digunakan untuk sekedar mencari gelar. Cukup itu. Tidak ada perenungan tentang ilmu yang didapat untuk semakin mendekatkan diri pada Allah. Padahal segala apa yang di langit dan di bumi adalah kuasa Allah. Mereka mengambil ilmu Allah tpi tidak bisa mendekatkan diri kepada-Nya. Inilah matinya akal bagi orang berilmu. Seakan-akan yang mereka pelajari dan didapat adalah buatan manusia. Allah dilupakan sehingga mereka tidak takut berbuat kemaksiatan.

Mereka lebih takut pada perintah dosen untuk segera dikerjakan. Tetapi tidak takut ketika Allah memerintahkan dengan suara adzan untuk segera melakukan solat, malah dengan santai menyepelekannya. Padahal yg memberikan hidup dosen itu Allah.

Kita dikaruniai akal agar bisa berpikir tentang ciptaaan Allah yg ada di Alam semesta ini. Seorang yg berilmu mestinya dapat menggunakan keilmuannya untuk semakin mencintai Allah. Bukan malah sebaliknya. Semakin tinggi keilmuan mestinya semakin memahami apa yang diciptakan Allah di alam ini. Dengan memahami ciptaan Allah bertambahlah keimanannya. Inilah gunanya akal bagi orang berilmu.

Jika mereka, orang-orang yang berilmu bisa menggunakkan akal mereka, maka tidak akan ada lagi korupsi orang berdasi, tidak ada lagi masjid kampus yang sepi jamaahnya. Tidak ada lagi masjid yg jamaah subuhnya hanya orang-orang tua. Karna mereka sadar, ilmu yang dia miliki adalah milik Allah sehingga takut melalaikan perintah-Nya.

Jika seorang intelektual tidak ingin dikatakan sebagai orang yg tidak berakal. Maka gunakanlah akal  untuk selalu merenungkan ilmu yang kita dapat terhadap ciptaan-Nya didunia ini agar semakin cinta pada-Nya.

Sepuluh Hari Terakhir

Hari-hari dimana menjelang berakhirnya ramadhan,
Terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan,
Yang mana berada pada malam-malam ganjil,
Yaitu malam lailatul qodar.

Banyak orang yg menunggu kedatangannya,
Berharap mendapatkannya,
Mereka rela berdiam diri dan bermalam di masjid sampai menjelang sahur,
Sambil mentadabburi al quran, beribadah dan berdzikir kepada Allah,
Itulah yg biasa orang sebut dg i'tikaf.

Banyak pula yg tidak peduli kedatangannya,
Bagi mereka, tak ada yg istimewa,
Sepuluh hari terakhir ramadhan, layaknya hari biasa,
Mereka tak meramaikan masjid utk tarawih atau i'tikaf,
Mereka menghabiskan malam dg meramaikan tempat lain yg menyenangkan,
Meramaikan mall dan tempat nongkrong utk memenuhi kepuasan duniawi.

Semestinya,
Sepuluh hari terakhir adalah kesempatan emas,
Semakin menggiatkan beribadah di masjid,
Untuk memperbaiki ibadah yg kurang di hari sebelumnya,
Sebab menyadari bahwa sebentar lagi bulan yg mulia ini berlalu.

Semestinya,
Sepuluh hari terakhir adalah waktu utk semakin mendekatkan padaNya,
Sebab kita masih diberikan waktu untuk menjemput lailatul qodar.

Sepuluh hari terakhir,
Itu cuma sebentar dn tak terasa,
Apa yg sudah dan akan kita lakukan untuk melewatinya?
Yang pasti semua muslim berharap,
Untuk dapatkan kemuliaan dan keberkahan didalamnya.

Hidup Enak, Mati Nyaman

Seorang istri mengadu kepada Rasulullah. Menanyakan maksud dari kondisi suaminya yang pingsan tiga kali dan kemudian mati tersenyum. Rasulullah menjawab. Suamimu itu tersenyum gembira melihat surga. Tiga kali pingsan beliau diperlihatkan surga yang akan ditempatinya krna kebaikan yang dilakukan. Sang istri bercerita, semasa hidup suaminya pernah memberi uang utk orang miskin, orang yg kedinginan dijalan dan memberi makan orang kelaparan di jalan. Kebaikan itu membuatnya diganjar dengan surga.

Cerita lain, di Yogya ada seorang istri setelah memutuskan untuk KB (keluarga berencana) kemudian sakit selama 2 tahun, hanya bisa terbaring dirumah sakit, tidak sembuh-sembuh dan akhirnya mati. Di Bogor, seorang istri sakit bertahun-tahun tidak sembuh. Semua badan tidak bisa digerakkan. Kecuali mata. Segala macam terapi tidak mebuahkan hasil. Sampai harta sang suami habis utk mengobatinya. Suami pun pasrah dan bilang ke dokter utk meminta disuntik mati saja. Begitu sulitnya kedua istri tersebut menemui ajalnya. Entah kesalahan apa yang pernah diperbuatnya. Barangkali itu hasil dari perbuatan yang dilakukan di dunia.

Ketiga kisah diatas, menunjukkan kepada kita. Bahwa akhir kematian yang akan kita alami tergantung daripada perbuatan yang pernah kita lakukan di dunia. Selama kita bertaqwa kepada Allah, senantiasa menjaga ibadah, senantiasa membantu orang kesusahan disekitar, dan perbuatan baik lainnya. Maka insyaallah kita mati dalam keadaan nyaman dan berislam. Sebaliknya ketika kita tidak bertaqwa, senantiasa meninggalkan solat, tidak mau berzakat, tidak peduli dg tetangganya yg kesusahan dan perbuatan tercela lainnya, maka Allah akan mempersulit ketika ajal menjemputnya.

Jika masih banyak perbuatan terlarang yang kita lakukan, maka bertaubatlah dg sungguh2. Momentum akhir ramadan ini adalah kesempatan untuk meminta ampunan. Allah maha pengampun dan penyanyang kepada hambanya.

Ketika kita ingin hidup enak dan mati nyaman dengan berislam. Maka pilihannya hanya dengan bertaqwa kepada Allah. Bertaqwa dalam dimensi ketuhanan dan kemanusiaan, selalu menjaga hubungan dg Allah dan manusia. Selalu ingat Allah sebelum melakukan perbuatan sehingga perbuatan yang akan kita lakukan menghasilkan perbuatan yang baik karena takut akan dosa.

Sudahkah kita hidup dg enak? Sudah siapkah menghadapi kematian yg nyaman dg keadaan berislam? Hanya masing2 yang mampu menjawabnya.